Listen Qur'an

Listen to Quran

Assalamu'alaikum

Rabu, 16 Desember 2009

MENGAJARKAN KALIMAT TAUHID PADA ANAK

Rasulullah saw, mengajarkan kepada anak-anak yang mulai bisa menirukan kata-kata, kalimat wa qulil hamdu lillahil ladzii lam yattakhidz waladaw wa lam yakul lahuu syariikun fil mulki wa lam yakul lahuu waliyyum minadz dzulli wa kabbirhu takbiiraa (katakan segala nikmat karunia hanyalah milik Allah yang tidak beranak dan tidak memiliki sekutu dalam kekuasaan-Nya dan tidak mempunyai penolong (untuk menjaga-Nya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan penuh kebesaran). Kalimat tersebut merupakan kalimat tauhid yang sangat penting untuk dikenalkan kepada anak-anak. Kalimat ini Rasulullah saw ajarkan berulang-ulang sampai tujuh kali.

“Dari ‘Abdulkarim Abu Umamah, ujarnya:” Rasulullah saw. mengajrkan kepada anak-anak Bani Hasyim bila mereka mulai lancar berbicara, 7 kalimat wa qulil hamdu lillahil ladzii lam yattakhidz waladaw wa lam yakul lahuu syariikun fil mulki wa lam yakul lahuu waliyyum minadz dzulli wa kabbirhu takbiiraa.” (QS. Al-Israa’ (17):111) (HR.”Abdurrazaq)

Mengajarkan kaliamat tauhid sebgai kalimat pertama kepada anak-anak yang mulai lancar berbicara juga beliau perintahkan kepada orang tua sebagaimana tersebut dalam Hadits yang artinya sebagaiberikut.

Dari Ibnu “Abbas ra., dari Nabi saw., sabdanya: “Bukakanlah untuk anak-anak kamu yang masih kecil laa ilaaha illallaah sebagai kalimat pertama dan ajarkanlah kaliamt laa ilaaha illallaah kepada mereka menjelang kematiannya.” (HR. Hakim)

Perintah tersebut dilaksanakan para sahabat beliau dengan senang hati sebagaimana tersebut dalam Hadits yang artinya ;

Sesungguhnya kaliamat pertama yang mereka sukai untuk diajarkan kepada anak-anak yang baru bisa berbicara adalah kaliamt laa ilaaha illallaah sebanyak tujuh kali, sehingga kalimat inilahyang pertama kali diucapkan oleh anak. (HR.”Abdurrazaq).

Mereka mengajarkan kalimat tersebut berulang-ulang sampai tujuh kali sebagaimana Rasulullah saw. melakukannya.

Orang tua juga diperintahkan mengajarkan kepada anak-anak untuk membaca kaliamt tauhid menjelang kematian. HAl ini dicontohkan oleh Rasulullah saw. ketika beliau menjenguk seorang remaja Yahudi, tetangganya, yang sedang menderita sakit sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits yang artinay sebagaiberikut.

Sesungguhnya Nabi saw. mempunyai seorang tetangga Yahudi yang akhlaqnya cukup baik. Ia sedang saki, lalu Rasulullah saw. bersama sahabat-sahabatnya datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda: “Maukah engkau mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah wa annii rasuulullaah?” Ia melihat kepada bapaknya, tetapi bapaknya diam dan remaja itupun diam. Beliau pun mengulangi kedua kali dan ketiga kalinya. Pada ketiga kalinya bapaknya berkata: “Ucapkanlah seperti yang beliau katakan kepadamu.” Remaja itu pun melaksanakannya, kemudian ia meninggal. Orang-orng Yahudi ingin mengurus jenazahnya, namun Rasulullah saw. bersabda: “Kami lebih berhak mengurusnya daripada kalian.” Rasulullah saw. lalu memandikannya, mengafaninya, membaringkanya, lalu menshalatkannya. (HR.I,a, “Abdurrazaq)

Untuk anak tersebut beliau mengulang kalimat itu sampai tiga kali, namun ia diam saja. Setelah mendapatkan izin dari bapaknya, anak itu pun mau mengucapkannya dan setelah itu ia meninggal. Ia meninggal sebagai muslim. Oleh karena itu, jenazahnya pun diurus oleh Rasulullah saw. dan diperlakukan sebagai jenazah orang muslim.

Mengajarkan kaliamt tauhid hendaklah dijadikan sebgai aktivitas pengajaran atau pengenalan pertama kepada anak-anak ketika mereka mulai mampu mengucapkan kalimat-kalimat pendek, seperti kalimat laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullaah. Sekalipun mereka menirukan kalimat tersebut tanpa mengerti maksudnya, dengan membiasakan mereka mengucapkannya, anak-anak akan memiliki sifat reflek dalam mengucapkan kalimat ini sehingga kelak akan mempengaruhi pembentukan pemikiran dan jiwanya.

Kalimat-kalimat yang secara reflek diucapkan oleh anak-anak sjak kecil akan berpengaruh terhadap perkembangan pikiran dan jiwanya setelah anak dewasa. Jika anak-anak telah akrab dengan kalimat tauhid, kelak mereka akan mudah menghayati maksud dan makna kalimat tersebut. Penghayatan yang tumbuh pada kemudian hari akan sangat membantu pola pikir dan perkembangan mental ana dalam menghayati agamanya.

berangkat ngajiPengajaran tauhid semacam ini dapat dilakukan sewaktu-waktu dan dengan cara yang mudah dilakukan oleh anak. Mengajarkan dua kalimat syahadat atau kalimat tauhid dapat dilakukan dengan nada nyanyian atau nada biasa. Oleh karena itu, supaya anak-anak lebih suka menirukan kalimat-kalimat ini, orang tua boleh menggunakan nada-nada tertentu sehingga anak-anak tertarik untuk selalu mengucapkannya. Dengan kesenangan mereka mengucapkan kalimat ini berulang-ulang, insya Allah mereka akan semakin akrab dengan kalimat tauhid. Amin.

Agar Buah Hati Menjadi Penyejuk Hati


Kehadiran sang buah hati dalam sebuah rumah tangga bisa diibaratkan seperti keberadaan bintang di malam hari, yang merupakan hiasan bagi langit. Demikian pula arti keberadaan seorang anak bagi pasutri, sebagai perhiasan dalam kehidupan dunia. Ini berarti, kehidupan rumah tangga tanpa anak, akan terasa hampa dan suram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Qs.al-Kahfi: 46)

Bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (Qs. At-Taghaabun:14)

Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakuakan amal shaleh dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketika menafsirkan ayat di atas, syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…” .

Kewajiban Mendidik Anak

Agama Islam sangat menekankan kewajiban mendidik anak dengan pendidikan yang bersumber dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs. at-Tahriim: 6)

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Maknanya): Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu.”

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya” .

Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang Hasan bin ‘Ali radhiallahu ‘anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan radhiallahu ‘anhu masih kecil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?”

Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut .

Metode Pendidikan Anak yang Benar

Agama Islam yang sempurna telah mengajarkan adab-adab yang mulia untuk tujuan penjagaan anak dari upaya setan yang ingin memalingkannya dari jalan yang lurus sejak dia dilahirkan ke dunia ini. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).”

Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) dari setan.”

Perhatikanlah hadits yang agung ini, bagaimana setan berupaya keras untuk memalingkan manusia dari jalan Allah sejak mereka dilahirkan ke dunia, padahal bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah mengenal semua godaan tersebut?

Maka di sini terlihat jelas fungsi utama syariat Islam dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjaga anak yang baru lahir dari godaan setan, melalui adab-adab yang diajarkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berhubungan dengan kelahiran seorang anak.

Sebagai contoh misalnya, anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seorang suami yang akan mengumpuli istrinya, untuk membaca doa,

بسم الله اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَاz

“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang suami yang ingin mengumpuli istrinya membaca doa tersebut, kemudian Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.”

Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa syariat Islam merupakan satu-satunya metode yang benar dalam pendidikan anak, yang ini berarti bahwa hanya dengan menerapkan syariat Islamlah pendidikan dan pembinaan anak akan membuahkan hasil yang baik.

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin berkata, “Yang menentukan (keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4)

Pembinaan Rohani dan Jasmani

Cinta yang sejati kepada anak tidaklah diwujudkan hanya dengan mencukupi kebutuhan duniawi dan fasilitas hidup mereka. Akan tetapi yang lebih penting dari semua itu pemenuhan kebutuhan rohani mereka terhadap pengajaran dan bimbingan agama yang bersumber dari petunjuk al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah bukti cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, karena diwujudkan dengan sesuatu yang bermanfaat dan kekal di dunia dan di akhirat nanti.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Nabi-Nya Ya’qub ‘alaihissalam yang sangat mengutamakan pembinaan iman bagi anak-anaknya, sehingga pada saat-saat terakhir dari hidup beliau, nasehat inilah yang beliau tekankan kepada mereka. Allah berfirman,

أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya.’” (Qs. al-Baqarah: 133)

Renungkanlah teladan agung dari Nabi Allah yang mulia ini, bagaimana beliau menyampaikan nasehat terakhir kepada anak-anaknya untuk berpegang teguh dengan agama Allah , yang landasannya adalah ibadah kepada Allah semata-semata (tauhid) dan menjauhi perbuatan syirik (menyekutukan-Nya dengan makhluk). Dimana kebanyakan orang pada saat-saat seperti ini justru yang mereka berikan perhatian utama adalah kebutuhan duniawi semata-mata; apa yang kamu makan sepeninggalku nanti? Bagaimana kamu mencukupi kebutuhan hidupmu? Dari mana kamu akan mendapat penghasilan yang cukup?

Dalam ayat lain Allah berfirman,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’” (Qs. Luqmaan: 13)

Lihatlah bagaimana hamba Allah yang shaleh ini memberikan nasehat kepada buah hati yang paling dicintai dan disayanginya, orang yang paling pantas mendapatkan hadiah terbaik yang dimilikinya, yang oleh karena itulah, nasehat yang pertama kali disampaikannya untuk buah hatinya ini adalah perintah untuk menyembah (mentauhidkan) Allah semata-mata dan menjauhi perbuatan syirik .

Manfaat dan Pentingnya Pendidikan Anak

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya – berkata, “Salah seorang ulama berkata, ‘Sesugguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat (nanti) akan meminta pertanggungjawaban dari orang tua tentang anaknya sebelum meminta pertanggungjawaban dari anak tentang orang tuanya. Karena sebagaimana orang tua mempunyai hak (yang harus dipenuhi) anaknya, (demikian pula) anak mempunyai hak (yang harus dipenuhi) orang tuanya. Maka sebagaimana Allah berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْناً

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (Qs. al-’Ankabuut: 8)

(Demikian juga) Allah berfirman,

قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs. at-Tahriim: 6)

Maka barangsiapa yang tidak mendidik anaknya (dengan pendidikan) yang bermanfaat baginya dan membiarkannya tanpa bimbingan, maka sungguh dia telah melakukan keburukan yang besar kepada anaknya tersebut. Mayoritas kerusakan (moral) pada anak-anak timbulnya (justru) karena (kesalahan) orang tua sendiri, (dengan) tidak memberikan (pengarahan terhadap) mereka, dan tidak mengajarkan kepada mereka kewajiban-kewajiban serta anjuran-anjuran (dalam) agama. Sehingga karena mereka tidak memperhatikan (pendidikan) anak-anak mereka sewaktu kecil, maka anak-anak tersebut tidak bisa melakukan kebaikan untuk diri mereka sendiri, dan (akhirnya) merekapun tidak bisa melakukan kebaikan untuk orang tua mereka ketika mereka telah lanjut usia. Sebagaimana (yang terjadi) ketika salah seorang ayah mencela anaknya yang durhaka (kepadanya), maka anak itu menjawab: “Wahai ayahku, sesungguhnya engkau telah berbuat durhaka kepadaku (tidak mendidikku) sewaktu aku kecil, maka akupun mendurhakaimu setelah engkau tua, karena engkau menyia-nyiakanku di waktu kecil maka akupun menyia-nyiakanmu di waktu engkau tua.”

Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut menunjukkan besarnya manfaat dan keutamaan mendidik anak,

إن الرجل لترفع درجته في الجنة فيقول: أنى هذا ؟ فيقال: باستغفار ولدك لك

“Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.’”

Sebagian dari para ulama ada yang menerangkan makna hadits ini yaitu: bahwa seorang anak jika dia menempati kedudukan yang lebih tinggi dari pada ayahnya di surga (nanti), maka dia akan meminta (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kedudukan ayahnya ditinggikan (seperti kedudukannya), sehingga Allah pun meninggikan (kedudukan) ayahnya.

Dalam hadits shahih lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seorang manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.”

Hadits ini menunjukkan bahwa semua amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shaleh pahalanya akan sampai kepada orang tuanya, secara otomatis dan tanpa perlu diniatkan, karena anak termasuk bagian dari usaha orang tuanya . Adapun penyebutan “doa” dalam hadits tidaklah menunjukkan pembatasan bahwa hanya doa yang akan sampai kepada orangtuanya , tapi tujuannya adalah untuk memotivasi anak yang shaleh agar orang tuanya.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani – semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya – berkata, “(Semua pahala) amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shaleh, juga akan diperuntukkan kepada kedua orang tuanya, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala anak tersebut, karena anak adalah bagian dari usaha dan upaya kedua orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Qs. an-Najm: 39)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sebaik-baik (rezki) yang dimakan oleh seorang manusia adalah dari usahanya sendiri, dan sungguh anaknya termasuk (bagian) dari usahanya.”

Kandungan ayat dan hadits di atas juga disebutkan dalam hadits-hadist (lain) yang secara khusus menunjukkan sampainya manfaat (pahala) amal kebaikan (yang dilakukan) oleh anak yang shaleh kepada orang tuanya, seperti sedekah, puasa, memerdekakan budak dan yang semisalnya.”

Tulisan ringkas ini semoga menjadi motivasi bagi kita untuk lebih memperhatikan pendidikan anak kita, utamanya pendidikan agama mereka, karena pada gilirannya semua itu manfaatnya untuk kebaikan diri kita sendiri di dunia dan akhirat nanti.

Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 20 Jumadal akhir 1430 H

Abdullah bin Taslim al-Buthoni

***

Artikel muslimah.or.id

Ya Allah… Jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatanku untuk mencintai-Mu Ya Allah… Jika aku jatuh hati, izinkan aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu. Ya Rabbul Izzati… Jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalan-Mu Ya Allah… Jika aku menikmati cinta kekasih-Mu, janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhir-Mu. Ya Allah… Jika aku jatuh hati pada kekasih-Mu, jangan biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepada-Mu. Ya Allah… Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya, kekalkanlah cintanya, tunjukilah jalan-jalannya, penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar.

Nikmatnya Godhdhul Bashor



Penulis: Ummu Syifa’
Muroja’ah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya…”

Ukhty muslimah tentunya sudah tidak asing lagi mendengar terjemahan ayat di atas, yaitu firman Allah yang terdapat pada Al-Qur’an surat an-Nur ayat 32 yang menjelaskan tentang beberapa hal, diantaranya kewajiban untuk menahan pandangan (godhul bashor).

Apa yang salah dengan pandangan? Bukannya kita diberi mata untuk memandang?? Kita memang diberi mata untuk melihat ciptaan Allah, namun semua itu ada aturannya. Kita diminta untuk memalingkan pandangan dari hal-hal yang Allah haramkan, seperti lawan jenis yang bukan mahrom.

Lalu, kenapa ya kita harus menjaga pandangan ini? Berikut ini beberapa alasannya, yaitu:

1. Pandangan yang liar adalah sarana menuju yang haram
Tentang keharamannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya. Untukmu pandangan pertama, tetapi bukan untuk berikutnya.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai dengan syarat Muslim)
2. Membiarkan pandangan lepas adalah bentuk kemaksiatan kepada Allah
Allah berfirman dalam Al Qur’an surat An-Nur ayat 30, yang artinya, “Katakanlah kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
3. Masuknya setan ketika seseorang itu memandang
Masuknya setan lewat jalan ini melebihi kecepatan aliran udara ke ruang hampa. Parahnya, setan akan menjadikan wujud yang dipandang sebagai berhala tautan hati, mengobral janji dan angan-angan. Lalu ia menyalakan api syahwat dan ia lemparkan kayu bakar maksiat. Pintarnya lagi, setan akan menyesatkan manusia secara bertahap. Ada pepatah yang mereka pegangi; berawal dari pandangan, lalu berubah menjadi senyuman, kemudian beralih menjadi percakapan, kemudian berganti menjadi janjian, yang pada akhirnya berubah menjadi pertemuan. Begitu hebatnya setan melemparkan panah beracun pada diri kita dan setan melemparkannya secara bertahap sehingga kadang kita tidak menyadarinya. Astaghfirullah…Tidak percaya? Masih ingat dengan kisah Yusuf dan para bangsawati yang mengiris-ngiris jari ‘kan?
4. Pandangan tersebut akan menyibukkan hati
Seseorang yang hatinya sibuk akan menyebabkannya lupa akan hal-hal yang bermanfaat baginya. Akhirnya, ia akan selalu lalai dan hanya mengikuti hawa nafsunya.
5. Kita dapat merusak hati orang lain
Seringkali, pandangan seorang wanita kepada laki-laki tak hanya merusak hati si pemandang. Ketika dicampur dengan senyum, tunduk atau berbisik dengan rekannya sesama perempuan, lalu bayangan ini tertangkap oleh laki-laki yang dipandang atau yang merasa GR (gede rasa) karena merasa dipandang, pasti ada lagi hati yang rusak. Wah, hanya menambah dosa saja!!

Para pakar akhlak pun bertutur bahwa antara mata dan hati ada kaitan eratnya. Bila mata telah rusak dan hancur, maka hatipun akan rusak dan hancur. Hati ini bagaikan tempat sampah yang berisikan segala najis. Kalau kita membiarkan pandangan lepas, berarti kita memasukkan kegelapan di dalam hati. Sebaliknya, bila kita menundukkan pandangan karena Allah berarti kita memasukkan cahaya ke dalamnya.

Allah lagi-lagi mengingatkan, masih pada surah An Nur, di ayat 35, Allah berfirman, yang artinya, “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) , yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Bila hati ini telah bersinar, berbagai amal kebaikan akan berdatangan dari berbagai penjuru, untuk dilaksanakan. Jangan sampai kita masih terus melanggar perintah-Nya karena tidak merasa diawasi oleh Allah. Bukankah Allah Maha Mengetahui apa yang kita perbuat?? Jadi, kita tinggal memilih, ingin memiliki pandangan yang terjaga atau tidak ?? Tentunya, dengan segala konsekuensi yang ada.

Ma’raji:
Tazkiyatun Nafs, Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dkk
Awas Ada Setan, Mengenal Tipu Daya Setan dan Penangkalnya , Wahid Abdussalam, Yahya Mukhtar

Cinta Bersemi di Pelaminan


Lupakan! Lupakan cinta jiwa yang tidak akan sampai di pelaminan. Tidak ada cinta jiwa tanpa sentuhan fisik. Semua cinta dari jenis yang tidak berujung dengan penyatuan fisik hanya akan mewariskan penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin Hajjaj di masa Umar bin Khattab.

Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan, ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk mengirimnya ke Basra.

Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu dijawab oleh seorang istri. Karena buta huruf, suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu! Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.

Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh dilahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil, cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.

Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai dari proses perkenalan, pelamaran, hingga, hingga mahar dan pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah hubungan jangka panjang yang kokoh.

Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di singgasana pelaminan.

Anis Matta.
Label: Anis Matta, Cinta Bersemi di Pelaminan, Serial Cinta

Menunggu


tentang-pernikahan.com -
Pada akhirnya.., Cinta yang agung terus bertambah selama kehidupan...
Banyak hal yang indah memang memerlukan waktu yang tak singkat, dan penantian yang takpasti.
Akan tetapi, Walaupun menunggu membutuhkan pengharapan..,
namun tetap menjanjikan satu hal yang tak dapat seorangpun bayangkan...

Karena memiliki suami/istri yang tak cela, justru kamu kan tersentak dari alpa..
Ukhti, Kamu bukanlah Khadijah yang begitu sempurna dalam menjaga..
Pun bukanlah Hajar yang begitu setia dalam sengsara..
Kamu hanyalah seorang wanita biasa, yang terus berusaha menjadi Sholehah...

Akan halnya...
Haruskah terus menunggu..?
Jawabannya ada pada diri kita..
Pastinya, menunggu mempunyai suatu tujuan yang mulia dan misterius..
Menguji kadar iman dan takwa, belajar meniti sabar dan Ridha..
Seribu kali gagal, seribu satu kali mengulangi..
Toh, tak perlu mendambakan yang benar-benar bersahaja...
Pernikahan atau Perkawinan, bukanlah akhir dari sebuah perjalanan..

Itulah yang kelak mengajarkan kita kewajiban bersama..
Suami menjadi pelindung, istri penghuninya..
Suami adalah nahkoda kapal, istri navigatornya..
Suami bagai balita yang nakal, istri penuntun kenakalannya..
Saat suami menjadi raja, istri menikmati anggur singgasananya..
Seandainya suami supir yang lancang, sabarlah memperingatkannya...



Bunga mawar tak mekar dalam semalam, namun bisa layu dalam sedetik..
Kota Palestina tak dibangun dalam sehari, namun bisa hancur dalam sekejap..
Perkawinan tak dirajut dalam pertimbangan sesaat..,
namun bisa saja musnah, juga dalam sesaat..!

Kita tidak ingin kehilangan jati diri dalam proses pencarian itu..
Jika ingin berlari, belajarlah berjalan dahulu..
Jika ingin berenang, belajarlah mengapung dahulu..
Jika ingin dicintai, belajarlah mencintai dahulu....
Tentunya,..
Tetap lebih baik menunggu orang yang tepat..,
orang yang kita inginkan..,
orang yang dicintai dan mencintai.., ketimbang memaksa dan memuaskan diri dengan apa yang ada..
karena, hidup ini terlampau singkat untuk dilewatkan bersama pilihan yang salah..
Berani bertindak gegabah, layaknya berani menerima resiko...

Mengapa menunggu..?
Karena walaupun kita ingin mengambil keputusan, kita tidak ingin tergesa-gesa..
Karena walaupun kita ingin cepat, kita tidak ingin sembarangan..

Menunggu....! itu satu pilihan..!
Toh, walaupun pasangan yang Kamu tunggu tentunya tidaklah semulia Muhammad..,
Tidaklah setakwa Ibrahim..
Tapi....setidak- tidaknya, suamimu/istrimu adalah pilihan akhir zaman..
Yang bercita-cita membangun keturunan yang sholeh...

Tak jarang Ia melukai hati, hingga hikmahnya tertanam dalam..
Tak perlu kita pertanyakan, "apa maksud Tuhan ?"
Karena andai kita berbesar hati dan mau mencerna,..
Tuhan punya alasan tersendiri yang memang sukar dimengerti..
Yang pasti.. jika kita kehilangan cinta,...
Kita harus tetap percaya bahwasanya ketika Ia mengambil sesuatu..,
Ia telah siap memberi yang lebih baik..

Pernikahan atau Perkawinan, membuka tabir rahasia..
Proses pencapaiannya memakan satu perjalanan panjang..
Kadang, untuk menuju ke sana,..
Tuhan Yang Maha Bijaksana pun justru memberi kesusahan untuk menguji kita....
-Ahmad Muhammad Haddad Assyarkhani-

Senin, 14 Desember 2009

MAKNA SYAHADATAIN, RUKUN, SYARAT, KONSEKUENSI, DAN YANG MEMBATALKANNYA


Jumat, 27 April 2007 01:58:57 WIB Oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan

PERTAMA: MAKNA SYAHADATAIN [A]. Makna Syahadat "Laa ilaaha illallah" Yaitu beri'tikad dan berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, menta'ati hal terse-but dan mengamalkannya. La ilaaha menafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Illallah adalah penetapan hak Allah semata untuk disembah. Jadi makna kalimat ini secara ijmal (global) adalah, "Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah". Khabar "Laa " harus ditaqdirkan "bi haqqi" (yang hak), tidak boleh ditaqdirkan dengan "maujud " (ada). Karena ini menyalahi kenyataan yang ada, sebab tuhan yang disembah selain Allah banyak sekali. Hal itu akan berarti bahwa menyembah tuhan-tuhan tersebut adalah ibadah pula untuk Allah. Ini Tentu kebatilan yang nyata. Kalimat "Laa ilaaha illallah" telah ditafsiri dengan beberapa penafsiran yang batil, antara lain: [1]. "Laa ilaaha illallah" artinya: "Tidak ada sesembahan kecuali Allah", Ini adalah batil, karena maknanya: Sesungguhnya setiap yang disembah, baik yang hak maupun yang batil, itu adalah Allah. [2]. "Laa ilaaha illallah" artinya: "Tidak ada pencipta selain Allah" . Ini adalah sebagian dari arti kalimat tersebut. Akan tetapi bukan ini yang dimaksud, karena arti ini hanya mengakui tauhid rububiyah saja, dan itu belum cukup. [3]. "Laa ilaaha illallah" artinya: "Tidak ada hakim (penentu hukum) selain Allah". Ini juga sebagian dari makna kalimat " ". Tapi bukan itu yang dimaksud, karena makna tersebut belum cukup Semua tafsiran di atas adalah batil atau kurang. Kami peringatkan di sini karena tafsir-tafsir itu ada dalam kitab-kitab yang banyak beredar. Sedangkan tafsir yang benar menurut salaf dan para muhaqqiq (ulama peneliti), tidak ada sesembahan yang hak selain Allah) seperti tersebut di atas. [B]. Makna Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah" Yaitu mengakui secara lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah dan RasulNya yang diutus kepada manusia secara keseluruhan, serta mengamalkan konsekuensinya: menta'ati perintahnya, membenarkan ucapannya, menjauhi larangannya, dan tidak menyembah Allah kecuali dengan apa yang disyari'atkan. KEDUA: RUKUN SYAHADATAIN [A]. Rukun "Laa ilaaha illallah" Laa ilaaha illallah mempunyai dua rukun: An-Nafyu atau peniadaan: "Laa ilaha" membatalkan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kekafiran terhadap segala apa yang disembah selain Allah. Al-Itsbat (penetapan): "illallah" menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya. Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur'an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala "Artinya : Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beri-man kepada Allah, makasesungguhnya ia telah berpegang kepa-da buhul tali yang amat kuat ..." [Al-Baqarah: 256] Firman Allah, "siapa yang ingkar kepada thaghut" itu adalah makna dari "Laa ilaha" rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, "dan beriman kepada Allah" adalah makna dari rukun kedua, "illallah". Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam : "Artinya : Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku ...". [Az-Zukhruf: 26-27] Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , "Sesungguhnya aku berlepas diri" ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, "Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku", adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua. [B]. Rukun Syahadat "Muhammad Rasulullah" Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat "'abduhu wa rasuluh " hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Artinya : Katakanlah: 'Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, ...'." [Al-Kahfi : 110] Beliau hanya memberikan hak ubudiyah kepada Allah dengan sebenar-benarnya, dan karenanya Allah Subhanahu wa Ta'ala memujinya: "Artinya : Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya." [Az-Zumar: 36] "Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur'an) ..."[Al-Kahfi: 1] "Artinya : Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ..." [Al-Isra': 1] Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan). Persaksian untuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan dua sifat ini meniadakan ifrath dan tafrith pada hak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena banyak orang yang mengaku umatnya lalu melebihkan haknya atau mengkultuskannya hingga mengangkatnya di atas martabat sebagai hamba hingga kepada martabat ibadah (penyembahan) untuknya selain dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka ber-istighatsah (minta pertolongan) kepada beliau, dari selain Allah. Juga meminta kepada beliau apa yang tidak sanggup melakukannya selain Allah, seperti memenuhi hajat dan menghilangkan kesulitan. Tetapi di pihak lain sebagian orang mengingkari kerasulannya atau mengurangi haknya, sehingga ia bergantung kepada pendapat-pendapat yang menyalahi ajarannya, serta memaksakan diri dalam mena'wilkan hadits-hadits dan hukum-hukumnya. KETIGA: SYARAT-SYARAT SYAHADATAIN [A]. Syarat-syarat "Laa ilaha illallah" Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya. Secara global tujuh syarat itu adalah: 1. 'Ilmu, yang menafikan jahl (kebodohan). 2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan). 3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan). 4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan). 5. Ikhlash, yang menafikan syirik. 6. Shidq (jujur), yang menafikan kadzib (dusta). 7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha' (kebencian). Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: Syarat Pertama: 'Ilmu (Mengetahui). Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya dengan hal tersebut. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya :... Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya). [Az-Zukhruf : 86] Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna. Syarat Kedua: Yaqin (yakin). Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan sya-hadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian itu. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian mereka tidak ragu-ragu ..." [Al-Hujurat : 15] Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan (balasan) Surga." [HR. Al-Bukhari] Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak masuk Surga. Syarat Ketiga: Qabul (menerima). Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyem-bah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya. Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta'ati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah: "Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" [Ash-Shafat: 35-36] Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka belum me-nerima makna laa ilaaha illallah. Syarat Keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh dengan kandungan Makna Syahadat). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya : Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh." [Luqman : 22 Al-'Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan makna yuslim wajhahu adalah yanqadu (patuh, pasrah). Syarat Kelima: Shidq (jujur). Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan, maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepa-da Allah dan Hari kemudian', padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." [Al-Baqarah: 8-10] Syarat Keenam: Ikhlas. Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya' atau sum'ah. Dalam hadits 'Itban, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Artinya : Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha Allah." [HR. Al-Bukhari dan Muslim] Syarat Ketujuh: Mahabbah (Kecintaan). Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya : Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." [Al-Baqarah: 165] Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih. Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah. [B]. Syarat Syahadat "Anna Muhammadan Rasulullah" 1. Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati. 2. Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan. 3. Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya. 4. Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-ib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang. 5. Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta, anak, orangtua serta seluruh umat manusia. 6. Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang lain serta mengamalkan sunnahnya. KEEMPAT: KONSKUENSI SYAHADATAIN [A]. Konsekuensi "Laa ilaha illallah" Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala ma-cam yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha illallah . Dan beribadah kepada Allah semata tanpa syirik sedikit pun, sebagai keharusan dari penetapan illallah. Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah dinafikan, baik berupa para makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan serta para thaghut lainnya. Mereka berkeyakinan bahwa tauhid adalah bid'ah. Mereka menolak para da'i yang mengajak kepada tauhid dan mencela orang yang beribadah hanya kepada Allah semata. [B]. Konsekuensi Syahadat "Muhammad Rasulullah" Yaitu mentaatinya, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunnahnya, dan meninggalkan yang lain dari hal-hal bid'ah dan muhdatsat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala pendapat orang. KELIMA: YANG MEMBATALKAN SYAHADATAIN Yaitu hal-hal yang membatalkan Islam, karena dua kalimat syahadat itulah yang membuat seseorang masuk dalam Islam. Mengucap-kan keduanya adalah pengakuan terhadap kandungannya dan konsisten mengamalkan konsekuensinya berupa segala macam syi'ar-syi'ar Islam. Jika ia menyalahi ketentuan ini, berarti ia telah membatalkan perjanjian yang telah diikrarkannya ketika mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Yang membatalkan Islam itu banyak sekali. Para fuqaha' dalam kitab-kitab fiqih telah menulis bab khusus yang diberi judul "Bab Riddah (kemurtadan)". Dan yang terpenting adalah sepuluh hal, yaitu: Syirik dalam beribadah kepada Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." [An-Nisa': 48] "Artinya : ... Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun." [Al-Ma'idah: 72] Termasuk di dalamnya yaitu menyembelih karena selain Allah, misalnya untuk kuburan yang dikeramatkan atau untuk jin dan lain-lain. Orang yang menjadikan antara dia dan Allah perantara-perantara. Ia berdo'a kepada mereka, meminta syafa'at kepada mereka dan bertawakkal kepada mereka. Orang seperti ini kafir secara ijma'. Orang yang tidak mau mengkafirkan orang-orang musyrik dan orang yang masih ragu terhadap kekufuran mereka atau mem-benarkan madzhab mereka, dia itu kafir. Orang yang meyakini bahwa selain petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau hukum yang lain lebih baik dari hukum beliau. Seperti orang-orang yang mengutamakan hukum para thaghut di atas hukum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , mengutamakan hukum atau perundang-undangan manusia di atas hukum Islam, maka dia kafir. Siapa yang membenci sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sekali pun ia juga mengamalkannya, maka ia kafir. Siapa yang menghina sesuatu dari agama Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam atau pahala maupun siksanya, maka ia kafir. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Artinya : Katakanlah: 'Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman." [At-Taubah: 65-66] Sihir, di antaranya sharf dan 'athf (barangkali yang dimaksud adalah amalan yang bisa membuat suami benci kepada istrinya atau membuat wanita cinta kepadanya/pelet). Barangsiapa melakukan atau meridhainya, maka ia kafir. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Artinya : ... sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada se-orangpun sebelum mengatakan: 'Sesungguhnya kami hanya co-baan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'."[Al-Baqarah: 102] Mendukung kaum musyrikin dan menolong mereka dalam memusuhi umat Islam. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Artinya : Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." [Al-Ma'idah: 51] Siapa yang meyakini bahwa sebagian manusia ada yang boleh keluar dari syari'at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , seperti halnya Nabi Hidhir boleh keluar dari syariat Nabi Musa alaihis salam, maka ia kafir. Sebagaimana yang diyakini oleh ghulat sufiyah (sufi yang berlebihan/ melampaui batas) bahwa mereka dapat mencapai suatu derajat atau tingkatan yang tidak membutuhkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Berpaling dari agama Allah, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Artinya : Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa." [As-Sajadah: 22] Syaikh Muhammad At-Tamimy berkata: "Tidak ada bedanya dalam hal yang membatalkan syahadat ini antara orang yang bercanda, yang serius (bersungguh-sungguh) maupun yang takut, kecuali orang yang dipaksa. Dan semuanya adalah bahaya yang paling besar serta yang paling sering terjadi. Maka setiap muslim wajib berhati-hati dan mengkhawatirkan dirinya serta mohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari hal-hal yang bisa mendatangkan murka Allah dan siksaNya yang pedih." [Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]

Jumat, 20 November 2009

KISAH TENTANG WORTEL,TELUR DAN BIJI KOPI


KISAH TENTANG WORTEL,TELUR DAN BIJI KOPI Panaskan 3 buah panci berisi air diatas api Pada panci yang pertama, masukkan beberapa buah wortel Pada panci yang kedua, masukkan beberapa buah telur Pada panci yang ketiga, masukkan beberapa biji kopi yang sudah dihaluskan menjadi bubuk kopi Panaskan ketiga panci tersebut selama 15 menit Keluarkan isi dari ketiga panci tersebut Wortel yang sebelumnya keras, sekarang berubah jadi empuk Telur yang sebelumnya lunak di bagian dalamnya, sekarang menjadi keras Bubuk kopi sudah menghilang Tapi, air panas sudah berubah warnanya dan mempunyai bau kopi yang sangat harum Sekarang pikirkan tentang Pekerjaan Pekerjaan itu tidak selamanya mudah Pekerjaan itu tidak selamanya nyaman Bahkan kadang-kadang pekerjaan menjadi sangat susah Keadaan tidak berubah seperti yang kita inginkan Orang-orang tidak memperlakukan kita seperti yang kita harapkan Kita bekerja sangat keras, tapi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan Apa yang terjadi pada saat kita menghadapi kesulitan? Sekarang pikirkan tentang ketiga panci itu? Air yang mendidih bagaikan masalah di pekerjaan kita Kita dapat menjadi seperti wortel, kita maju dengan kuat dan tegas
Tapi kita keluar dengan lemah dan lunak Kita menjadi sangat lelah, kita kehilangan harapan, kita menyerah Hilanglah semangat juang di diri kita Jangan mau menjadi wortel!!! Kita dapat menjadi seperti telur Kita memulai dengan hati yang tulus dan sensitif Kita berakhir dengan sangat egois dan cuek Kita membenci orang lain, kita membenci diri kita sendiri Tidak ada lagi kehangatan di diri kita Jangan mau menjadi telur!!! Kita dapat menjadi Bubuk Kopi Air tidak mengubah bubuk kopi Bubuk kopi yang mengubah air Air menjadi berubah karena adanya bubuk kopi Lihatlah, Ciumlah, Minumlah Makin PANAS airnya, makin ENAK rasanya. Kita dapat menjadi Bubuk Kopi membuat sesuatu Kita yang baik dari tantangan yang kita hadapi Kita belajar hal-hal baru Kita mempunyai pengetahuan baru, ilmu baru dan skill baru Kita tumbuh bersama pengalaman Kita membuat dunia di sekeliling kita menjadi LEBIH BAIK Untuk berhasil, kita harus coba …. dan coba lagi Kita harus percaya pada apa yang kita kerjakan. Kita tidak boleh menyerah, kita harus sabar. Kita harus tetap bersemangat Masalah dan kesulitan memberi kesempatan kepada kita untuk menjadi lebih kuat… dan lebih baik… dan lebih mampu. Jadi, kita akan menjadi apa? Menjadi seperti wortel… atau telur… atau biji kopi? Jadilah seperti BIJI KOPI

Hukuman...(Half Full Half Empty)


SURAT elektronik (e-mail) yang diterima dari seorang kolega di Malaysia mengisahkan peristiwa yang memilukan hati. Dikisahkan sepasang suami istri bekerja meninggalkan anaknya yang berusia tiga tahun bernama Ita, bersama sang pembantu di rumah. Namanya juga anak-anak yang suka mengeksplorasi diri, Ita pun demikian. Sambil bermain dia mencoret-coret tanah di halaman dengan lidi, sementara pembantunya menjemur kain dekat garasi. Puas dengan mencoret tanah, ia menemukan sebuah paku berkarat dan mulai mencoba untuk menggores-gores mobil ayahnya yang berwarna hitam. Karena masih baru, mobil tersebut jarang dipergunakan oleh ayahnya ke kantor. Maka, penuhlah mobil tersebut dengan coretan gambar Ita. Begitu ayahnya pulang, dengan bangga Ita memberitahu tentang gambar-gambar yang sudah dibuat di mobil baru ayhnya tersebut. Bukan pujian yang diterimanya,melainkan kemarahan yang sangat besar. Pertama kali yang kena damprat adalah sang pembantu karena dianggap tidak mengawasi Ita di rumah. Baru giliran anaknya yang dihukum. Demi mendisiplinkan anak, maka si ayah mulai mengajarkan anaknya, tidak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan pukulan.
Dipukullah kedua telapak tangan dan punggung tangan anaknya dengan apa saja yang ditemukan di situ. Mulai dengan mistar, ranting, sampai lidi disertai luapan emosi yang tidak terkendali.
"Ampun,’Bah! Sakit…sakit, ampun!" jerit Ita sambil menahan sakit di tangannya yang sudah mulai berdarah-darah. Si ibu hanya diam saja, seolah-olah merestui tindakan disiplin yang ditegakkan oleh suaminya. Puas menghajar anaknya, si ayah menyuruh pembantu untuk membawa Ita ke kamarnya. Dengan hati yang teriris, sang pembantu membawa Ita ke kamarnya. Sore hari ketika dimandikan, Ita menjerit-jerit menahan pedih. Esoknya tangan Ita mulai membengkak, sementara ayah ibunya tetap bekerja seperti biasa. Ketika dilaporkan oleh pembantunya, Ibu Ita hanya mengatakan,"Oleskan obat saja!" Hari berganti hari, hingga suhu badan Ita mulai panas karena luka tangannya sudah terinfeksi. Ketika dilaporkan, orangtuanya pun hanya mengatakan supaya diberi obat penurun panas. Hingga suatu malam, panasnya semakin tinggi, bahkan Ita mulai menggigau. Buru-buru mereka membawa Ita yang sudah tampak melemah ke rumah sakit pada malam itu juga. Hasil diagnosis dokter menyimpulkan bahwa demam Ita berasal dari tangannya yang sudah infeksi dan busuk akibat luka-lukanya. Setelah seminggu diopname di sana, dokter memanggil ayah dan ibunya dan mengatakan,"Tidak ada pilihan lain…." Dokter mengusulkan agar kedua tangan anak itu diamputasi karena infeksi yang terjadi sudah terlalu parah."Ini sudah bernanah dan membusuk, untuk menyelamatkan nyawa Ita, tangannya harus diamputasi!" Mendengar berita ini, orangtua Ita bagai disambar petir. Dengan air mata berurai dan tangan yang bergetar, mereka menandatangani surat persetujuan amputasi anak yang paling dikasihinya. Stelah sadar dari pembiuasn operasinya, Ita terbangun sambil menahan rasa sakit dan bingung melihat tangannya yang dibalut kain putih. Lebih kaget lagit, dia melihat kedua orangtuanya dan pembantunya menangis disampingnya. Sambil menahan rasa sakit, Ita berkata kepada orangtuanya,"Abah…Mama, Ita tidak akan melakukannya lagi…Ita sayang Abah, sayang Mama, juga sayang Bibi. Ita minta ampun sudah mencoret-coret mobil Abah!" Si ibu dan ayah semakin menagis mendengar kata-kata Ita tersebut. "Bah,sekarang tolong kembalikan tangan Ita, untuk apa diambil. Ita janji tidak akan melakukannya lagi. Bagaimana kalau nanti Ita mau main dengan teman-teman karena tangan Ita sudah diambil. Abah…Mama, tolong kembaliin,pinjam sebentar saja. Ita mau menyalami Abah, Mama, dan Bibi untuk minta maaf!" Menyesal bagi kedua orangtua Ita sudah tiada guna,nasi sudah menjadi bubur.
***
PEMBERIAN hukuman memang merupakan salah satu alat yang ampuh untuk menegakkan disiplin seseorang, naik dilingkungan keluarga maupun perusahaan. Hukuman yang efektif dan waktu yang tepat akan menghasilkan dampak perubahan tingkah laku optimal. Namun, pemberian hukuman mengindikasikan tindakan kuratif terhadap kesalahan yang sudha terjadi. Penemuan terbaru dari prkatisi SDM saat ini adalah bagaimana mencegah terjadinya kesalahan melalui pemberian motivasi dan keteladanan yang maksimal. Kenyataannya, banyak orang dengan bangga memberikan hukuman didepan orang lain, baik itu berupa teguran maupun tindakan disiplin lainnya. Bahkan, ketika hukuman diberikan, ada saja barang-barang yang ikut "terbang" menyertai pemberian hukuman tersebut. Hukuman, menurut sebagian besar kalangan lebih diarahkan pada pelampiasan kekesalan dan dendam pribadi, bukan perubahan tingkah laku sebagai tujuan pemberian hukuman itu sendiri. Pemberian hukuman seyogianya tidak mengamputasi motivasi seseorang melakukan yang terbaik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun perusahaan. Itulah sebabnya efektivitas pemebrian hukuman harus adil dan hokum atau peraturan diberlakukan sama untuk semua orang yang berada dalam lingkungan peraturan tersebut. Seorang pakar hokum pidana pernah mengatakan,"Si pembuta peraturan harus keras pada dirinya sendiri untuk konsisten dengan aturan yang dibuat terlebih dahulu!" Di sini keteladanan dimulai. Lebih jauh dapat dikatakan bahwa aturan dibuat untuk semua, diberlakukan pada semua lapisan, dan konsekuensi pelanggaran aturan juga diterima oleh semua tanpa memandang jabatan, semioritas maupun popularitas, serta kekayaan.

Do'a...

Ya... Allah jadikanlah kami merasa puas dengan rizki yang Engkau berikan kepada kami...
Peliharalah kami dari apa yang Engkau larang...
Janganlah Engkau menjadikan kami orang yang membutuhkan pertolongan kepada orang yang telah Engkau jadikan dia tidak membutuhkan kami lagi...
Kumpulkan kami kedalam golongan umat Muhammad SAW...
Dan berilah kami minum dari telaganya...
Jauhkan kami dari perbuatan maksiat...
Wafatkan kami dalam ketaqwaan...
Berilah kami ilham untuk senantiasa berdzikir kepada-Mu...
Jadikanlah kami termasuk ahli waris surga yang penuh kenikmatan...
Dan bahagiakanlah kami ...
Dan Janganlah Engkau sengsarakan kami...
Wahai Tuhan yang mempunyai keagungan dan kemuliaan.

Renungan


Ali ra pernah berkata “Jadilah manusia yang paling baik di sisi Allah, Jadilah manusia paling buruk dalam pandangan orang dirimu dan Jadilah manusia biasa di hadapan orang lain.” Syekh Abdul Qadir Jailani berkata: “Bila engkau bertemu seseorang, hendaknya engkau memandang dia lebih utama dari pada dirimu dan katakana dalam hatimu: ‘Boleh jadi dia lebih baik di sisi Allah daripada diriku ini dan lebih tinggi derajatnya.’ Jika dia orang yang lebih kecil dan lebih muda darimu, maka katakanlah dalam hatimu: ‘Boleh jadi orang kecil ini tidak banyak berbuat dosa kepada Allah, sedangkan aku adalah orang yang telah banyak berbuat dosa, maka tidak diragukan lagi kalau derajat dirinya jauh lebih baik daripada aku.’ Bila dia orangyang lebih tua, hendaknya engkau mengatakan dalam hati: ‘Orang ini telah lebih dahulu beribadah kepada Allah daripada diriku.’ Jika dia orang yang ‘Alim, maka katakana dalam hatimu: ‘Orang ini telah diberi oleh Allah sesuatu yang tidak bisa aku raih, telah mendapatkan apa yang tidak bisa aku dapatkan, telah mengetahui apa yang tidak aku ketahui, dan telah mengamalkan ilmunya.’ Bila dia orang yang bodoh maka katakana dalam hatimu: ‘Orang ini durhaka kepada Allah karena kebodohannya, sedangkan aku durhaka kepada Allah padahal aku mengetahui-Nya. Aku tidak tahu dengan apa umurku akan Allah akhiri atau dengan apa orang bodoh itu akan Allah akhiri (apakah dengan khusnul khotimah atau dengan su’ul khotimah.’ Bila dia orang yang kafir, maka katakana dalam hatimu: ‘Aku tidak tahu jika dia akan masuk Islam, lalu menyudahi seluruh amalannya dengan amal shalih, dan bisa jadi aku terjerumus menjadi kafir, lalu menyudahi seluruh amalanku dengan amal yang buruk.’” Dalam pandangan Islam semua manusia itu sama, tidak di beda-bedakan karena status social, harta, tahta, keturunan, atau latar belakang pendidikan. Manusia yang paling mulia derajatnya disisi Allah adalah yang paling tinggi ketaqwaannya di antara mereka. Oleh karena itu, sebagian ulama berdoa dengan doa berikut: “ Ya… Allah jadikanlah aku orang yang pandai bersabar dan bersyukur; Jadikanlah aku orang yang hina menurut pandangan diriku sendiri; dan Jadikanlah orang yang besar menurut pandangan orang lain.”

Memperbarui Komitmen Dakwah


Bergabung dengan pergerakan dakwah menuntut pelakunya untuk selalu meluruskan dan memperbarui komitmennya dari waktu ke waktu, hingga ia tidak merasa terbelenggu oleh hawa nafsunya dan agar selalu ingat bahwa ia terikat erat dengan prinsip-prinsip dan anggaran rumah tangga dalam jama’ah dakwah. terlebih, dakwah yang kita yakini adalah dakwah islamiyah yang bersumber dari Allah dan memiliki aturan-aturan yang dibuat oleh Yang Maha Kuasa. Karena itulah, dakwah merupakan amanah yang harus ditunaikan dan ditepati. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya hanya sedikit aktivis dakwah yang berjatuhan di tengah jalan, dan dakwah akan mampu berjalan merealisasikan tujuan-tujuannya dengan langkah yang pasti. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya hati akan menjadi bersih, akan akan bersatu, dan sedikit orang yang mengedepankan akal dan memaksakan pendapatnya. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan tersebar sikap toleransi, saling mencintai, saling menguatkan, dan barisan yang akan menjadi kuat ibarat bangunan yang kokoh.
Sebagian menguatkan sebagaian yang lain.
Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya para aktivis akan memiliki sikap yang sama di mana pun posisinya baik di depan maupund di belakang, menjadi pemimpin yang ditaati atau menjadi prajurit yang tersembunyi di belakang. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya aktivis akan lapang dada dalam menyikapi kekeliruan saudaranya, tidak ada dengki dan permusuhan. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan tersebar sikap saling memaafkan, tidak ada dengki dan dendam, selalu terbuka dan berlapang dada. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya tidak ada kemalasan dalam menunaikan kewajiban dakwah. Bahkan, para aktivis akan selalu berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan dan menggapai derajat yang tinggi. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada perhatian pada waktu. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi aktivis dakwah, karena ia selalu berada dalam keadaan bermunajat kepada Rabbnya, atau sedang berjihad di medan dakwah. Jika tidak, ia sedang menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Atau, ia sedang mendidik anak dan istrinya dirumah, atau sedang mengisi pengajian, dan memberi peringatan kepada orang lain di masjid. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada perlombaan untuk menunaikan kewajiban membayar infak dakwah, dan tidak akan ditemui keraguan untuk itu. S
emboyannya adalah, “apa yang ada di tangan kalian akan musnah, dan apa yang ada di sisi Allah akan kekal”.
Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada sikap selalu mendengar dan taat. Tidak ada keraguan apalagi berbangga diri dan memaksakan pendapat pribadi. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada pengorbanan yang besar untuk dakwah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan pengorbanan untuk pribadi dan hawa nafsu. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscaya akan ada kepercayaan dari prajurit terhadap pemimpinnya. Mereka pun akan siap melaksanakan instruksi-instruksi yang diberikan pemimpin mereka. Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, niscayaa akan menangislah orang-orang yang tidak bisa melakukan kewajiban secara optimal. Dan, akan bersemangatlah orang-orang yang telah bersungguh untuk meraih pahala yang lebih banyak lagi. Ketika kita kembali kepada muassis (pendiri) dakwah ini, kita akan mendapatkan dalam kumpulan risalahnya (risalah pergerakan) sentuhan yang akan membangkitkan semangat baru, meninggikan cita-cita, dan memperkuat tekad serta memperbarui komitmen kita terhadap dakwah. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala mengaruniakan kebenaran kepada kita, membuat kita mencintai keimanan, dan menghiaskannya dalam hati kita. Juga membuatkita membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan serta menjadikan kita orang-orang yang mengerti.
- Muhammad Abduh, - ‘Memperbarui Komitmen Dakwah’

Telinga Sang Ibu... (Half full half empty)


Dikisahkan, seorang ibu yang baru melahirkan sangat terkejut ketika melihat bayi laki-laki yang baru dilahirkannya tidak memiliki daun telinga. Untunglah, bayi itu masih memiliki fungsi pendengaran yang sempurna. Tidak ada yang dapat dilakukan orangtua si bayi selain menerima takdir bahwa anak mereka yang pertama tidak memiliki kedua daun telinganya. Hari berganti hari, waktu terus bergulir, si anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang mampu bergaul dengan teman2 sebayanya. Pelajaran di sekolah pun tidak menjadi masalah untuk diikutinya. Namun satu hal yang mengganggu adalah sindiran teman-temannya yang mengatakan bahwa dia manusia planet, adalagi yang mengatakan dia adalah titisan dewa langit karena tidak bertelinga, bahkan ada yang melecehkannya supaya nanti besar bekerja di star Trek saja. Sindiran2 itu jelas menyakiti hatinya. Tidak jarang ia pulang dalam keadaan menangis dan masuk dalam pelukan ibunya. Sang ibu dengan ketabahan yang luar biasa terus memotivasi si anak untuk mengembangkan potensinya dan meraih prestasi yang gemilang hingga duduk di bangku perguruan tinggi. Hingga suatu kali, seorang dokter yang dikenal oleh keluarga itu mengatakan bahwa si anak yang sudah tumbuh dewasa ini dapat menerima cangkok daun telinga, dan cangkokan ini sudah ada di simpan beberapa waktu lamanya dari seorang donor. Mendengar berita ini giranglah hati si anak, meskipun menyisakan pertanyaan siapa yang telah mendonorkan telinganya untuk dirinya. Operasi cangkok pun berjalan lancar, dan suatu perubahan penampilan dalam diri anak ini terjadi, rasa percaya dirinya semakin meningkat seiring dengan prestasi yang ia raih. Hal ini sekaligus mempercepat penyelesaian studi dan pencarian kerja. Setelah ia menyelesaikan studi dan bekerja sebagai diplomat serta membangun keluarga yang kemudian di karuniai 2 orang anak, ternyata rasa penasaran tentang siapa pemberi daun telinga kepadanya belum juga terjawab. Kepada sang ayah hal ini sering ia tanyakan, namun sang ayah tetap mengatakan, "Suatu saat kau akan tahu, nak!" Hingga tiba saat yang paling menyedihkan menimpa keluarga ini, sang ibunda tercinta meninggal dunia karena sakit. Rasa kehilangan yang tidak terhingga dirasakan oleh sang anak tunggal ini, masih terbayang dalam dirinya ketika dia diejek oleh rekan2nya, ibunyalah yang menguatkannya. Ibunya pula yang selalu mendorong dirinya untuk selalu menunjukkan prestasi gemilang dengan tidak melupakan berbagi pada sesama dan tetap bergantung pada ke-Maha Kuasa-an Sang Pencipta. Namun, kenangan itu tinggal kenangan, sang ibu tercinta telah pergi untuk selama-lamanya. Saat akan memberikan ciuman terakhir pada jasad si ibu, dengan didampingi sang ayah, sang anak sempat terkesima ketika menyibakkan rambut ibunya. Ternyata ibunya tidak memiliki telinga. Teka-teki yang selama ini mengganjal di dalamnya pun terjawab sudah. Pantaslah jika bertahun2 belakangan ini sang ibu selalu berkata bahwa ia lebih suka memanjangkan rambutnya. Rupanya, ia tak ingin si anak tahu jika donor daun telinga itu adalah ibunya sendiri. **************************
**********************************************************
Kasih ibu sepanjang jalan tidak terbatas pada sesuatu. Bagi ibu rumah tangga, pekerjaan mengelola rumah dan menolong keluarga merupakan panggilan untuk memenuhi mimbar kehidupannnya. Suasana rumah akan terasa berbeda dan kering ketika rumah tersebut telah ditinggal ibu untuk selama-lamanya. Ibu memberikan warna dan dinamika yang proporsional dalam mendampingi suami membawa bahtera rumah tangga mengarungi kehidupan ini.
Sungguh besar peran ibu dalam membangun mental dan spiritual anak2. Ada satu nasihat penting dari Dorothy Law Nolty
"Kalau seorang anak hidup dengan kritik, ia akan belajar menghukum. Kalau seorang anak hidup dengan permusuhan, ia akan belajar kekerasan.Kalau seorang anak hidup dengan olokan, ia belajar malu. Kalau seorang anak hidup dengan rasa malu, ia akan belajar bersalah. Kalau seorang anak hidup dengan dorongan, ia akan belajar percaya diri. Kalau seorang anak hidup dengan keadilan, ia akan belajar menjalankan keadilan. Kalau seorang anak hidup dengan ketentraman, ia akan belajar tentang iman. Kalau seorang anak hidup dengan dukungan, ia akan belajar menyukai dirinya sendiri. Kalau seorang anak hidup dengan penerimaan serta persahabatan, ia belajar untuk mencintai dunia".

Hikmah


Hikmah terletak pada 9 Hal " Wahai anakku, sesungguhnya hikmah itu ada pada 9 hal. Pertama, menghidupkan kembali hati yang sudah mati. Kedua, senang bergaul dengan orang miskin. Ketiga, berhati-hati dalam bergaul dengan pejabat pemerintah. Keempat, memuliakan orang yang rendah. Kelima, Membebaskan Budak. Keenam, menyantuni orang2 yang dalam perantauan. Ketujuh, membantu orang2 fakir. Kedelapan, memperlakukan orang mulia sebagai orang mulia. Kesembilan, memperlakukan pemimpin sebagai pemimpin. Hal itu lebih utama dari harta benda, merupakan benteng dari ketakutan, bekal dalam peperangan, dagangan yang akan beroleh keuntungan, pembela pada saat kesulitan, petunjuk ketika keyakinan meresap kedalam jiwa, dan penutup ketika kain tidak cukup untuk menutupinya." (Luqman Al Hakim alaihis salam)

Manfaat Dibalik Jilbab


Jilbab dalam bahasa Arab artinya kain lebar yang diselimutkan ke pakaian luar; yang menutupi kepala, punggung, dan dada, yang biasa dipakai wanita ketika keluar dari rumahnya. Adapun kriteria Jilbab adalah sebagai berikut:
1.Meliputi seluruh tubuh (kecuali telapak tangan dan wajah).
2.Bukan berupa perhiasan dalam bentuk pakaian. Artinya bukan berupa bordiran, batik,
dan motif.
3.Kainnya tebal dan tidak tembus pandang.
4.longgar dan tidak sempit.
5.tidak diberi wangi-wangian.
6.tidak menyerupai pakaian laki-laki.
7.tidak menyerupai pakaian khas wanita kafir
8.tidak merupakan pakaian yang menarik perhatian ataupun dianggap aneh.

Berjilbab merupakan perintah Allah swt kepada muslimah. Sebagaimana tertera pada
ayat Al-Qur’an.
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan kain jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab (33): 59)
Allah memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya. Oleh karena itu, penulis ingin mengungkapkan menfaat dari jilbab menurut sains dan secara Islam.

1.Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)
“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” ( HR. Muslim)
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.

2.Terhindar dari pelecehan
Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi Muhammad saw,
“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari)
Jikalau wanita pada jaman Rasul merupakan fitnah terbesar bagi laki-laki padahal wanita pada jaman ini konsisten terhadap jilbab mereka dan tak banyak lelaki jahat saat itu, maka bagaimana wanita pada jaman sekarang??? Tentunya akan menjadi target pelecehan. Hal ini telah terbukti dengan tingginya pelecehan di negara-negara Eropa (wanitanya tidak berjilbab).

3.Memelihara kecemburuan laki-laki
Sifat cemburu adalah sifat yang telah Allah swt tanamkan kepada hati laki-laki agar lebih menjaga harga diri wanita yang menjadi mahramnya. Cemburu merupakan sifat derpuji dalam Islam.
“Allah itu cemburu dan orang beriman juga cemburu. Kecemburuan Allah adalah apabila seorang mukmin menghampiri apa yang diharamkan-Nya.” (HR. Muslim)
Bila jilbab ditanggalkan, rasa cemburu laki-laki akan hilanh. Sehingga jika terjadi pelecehan tidak ada yang akan membela.

4.Akan seperti biadadari surga
“Dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang menundukkan pandangannya, mereka tak pernah disentuh seorang manusia atau jin pun sebelumnya.” (QS. Ar-Rahman: 56)
“Mereka laksana permata yakut dan marjan.” (QS. Ar-Rahman: 58)
“Mereka laksan telur yang tersimpan rapi.” (QS. Ash-Shaffaat: 49)
Dengan berjilbab, wanita akan memiliki sifat seperti bidadari surga. Yait menundukkan pandangan, tak pernah disentuh oleh yang bukan mahramnya, yang senantiasa dirumah untuk menjaga kehormatan diri. Wanita inilah merupakan perhiasan yang amatlah berharga.

5.Mencegah penyakit kanker kulit
Kanker adalah sekumpulan penyakit yang menyebabkan sebagian sel tubuh berubah sifatnya. Kanker kulit adalah tumor-tumor yang terbentuk akibat kekacauan dalam sel yang disebabkan oleh penyinaran, zat-zat kimia, dan sebagainya.
Penelitian menunjukkan kanker kulit biasanya disebabkan oleh sinar Ultra Violet (UV) yang menyinari wajah, leher, tangan, dan kaki. Kanker ini banyak menyerang orang berkulit putih, sebab kulit putih lebih mudah terbakar matahari.
Kanker tidaklah membeda-bedakan antara laki-laki dan wanita. Hanya saja, wanita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah daripada laki-laki. Oleh karena itu, wanita lebih mudah terserang penyakit khususnya kanker kulit.
Oleh karena itu, cara untuk melindungi tubuh dari kanker kulit adalah dengan menutupi kulit. Salah satunya dengan berjilbab. Karena dengan berjilbab, kita melindungi kulit kita dari sinar UV. Melindungi tubuh bukan dengan memakai kerudung gaul dan baju ketat. Kenapa? Karena hal itu percuma saja. Karena sinar UV masih bisa menembus pakaian yang ketat apalagi pakaian transparan. Berjilbab disini haruslah sesuai kriteria jilbab.

6.Memperlambat gejala penuaan
Penuaan adalah proses alamiah yang sudah pasti dialami oleh semua orang yaitu lambatnya proses pertumbuhan dan pembelahan sel-sel dalam tubuh. Gejala-gejala penuaan antara lain adalah rambut memutih, kulit keriput, dan lain-lain.
Penyebab utama gejala penuaan adalah sinar matahai. Sinar matahari memang penting bagi pembentukan vitamin Dyang berperan penting terhadap kesehatan kulit. Namun, secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa sinar matahari merangsang melanosit (sel-sel melanin) untuk mengeluarkan melanin, akibatnya rusaklah jaringan kolagen dan elastin. Jaringan kolagen dan elastin berperan penting dalam menjaga keindahan dan kelenturan kulit.
Krim-krim pelindung kulit pun tidak mampu melindungi kulit secara total dari sinar matahari. Sehingga dianjurkan untuk melindungi tubuh dengan jilbab.
Jilbab adalah kewajiban untuk setiap muslimah. Dan jilbab pun memiliki manfaat. Ternyata tak sekedar membawa manfaat ukhrawi namun banyak juga manfaat duniawinya. Jilbab tak hanya sekedar menjaga iman dan takwa pemakainya, namun juga membuat kulit terlindungi dari penyakit kanker dan proses penuaan.